Monday, September 6, 2010

Tikar Takdir

Akhirnya kau terlantar di tikar usia
temanmu, mengkuang pengalas tilam kekabu
lusuh dan kelabu
itulah tikar takdirmu
seakan terhimpunlah jerih pengalaman
pada alir urat daging tua
seakan terlontarlah segala kesakitan
lewat raungan tak kedengaran
menyisih percakapan
yang tidak mampu lagi kau tuturkan.

Akhirnya kau terhantar ke tebing usia
tegap sasa tubuhmu akhirnya menyerah pada waktu
dan redup berkaca matamu
seperti payah menyalami
ramah angin yang menyelinap
celahan papan rumah tua
seperti membawa ingatan
jering rebus bersalut kelapa
yang kauhidang
diramas tangan kecilku bersalut angin laut.

Akhirnya kau terdampar di pinggir usia
tubuhmu yang berangka
kini terkepung oleh takungan takdir
kau hanya merenung perabung
barangkali membilang ibadah
yang kaubawa sepanjang perjalanan
aku merasa lincah angin
menyusup celahan lantai rumah tua
yang dulu digegar oleh hentak kaki kecilku
sambil menjemput ingatan
pada debur ombak yang kuhitung
terlayang ke dalam mimpi.

Akhirnya kautewas disisih usia
terkepung oleh takungan takdir
yang tertulis
dulunya tidak pernah dapat dibaca,
dan debur ombak yang tidak kudengar lagi
seperti membayangkan
tikar takdirku yang tidak mampu kuterka.

07 - 09. 07.08
(Sesudah suatu ziarah)

2 comments:

MARSLI N.O said...

Salam Idulfitri buat seisi keluarga. Sudahkah mulai mengirim karya ke media konvensional- majalah dan akhbar?

Sayang kalau itu dilewatkan. Karya yang bagus tidak perlu disembunyika lagi.

Wassalam,
MARSLI N.O

Rositah Ibrahim said...

Terima kasih. Tulisan sdr adalah suatu penghargaan.

Sebenarnya sajak ini pernah saya kirimkan pada akhbar (Berita / Mingguan - kurang pasti)pada tahun penghasilannya, tapi tidak tersiar... tentu saja saya kecewa!

Rasanya sudah setahun lebih saya berhenti menghantar sajak ke media. Saya akan cuba lagi untuk menyingkir rasa kecewa itu.InsyaAllah.